PENGANTAR
Komunitas tuturan diyakini
berasal dari bahasa Jerman Spragchmeinschaft,
yang berarti individu-individu tertentu yang melakukan aktivitas linguistik
yang mirip layaknya individu lain, dalam hal ini yang dimaksud adalah bahasa, dialek
atau varietas bahasa yang sama. Tentu saja sudah banyak studi sosiolinguistik
yang di lakukan dalam memahami arti ‘komunitas tuturan’ yang mapan. Namun
Hudson (1996, p.29) berpendapat bahwa pemahaman ‘komunitas tuturan’ tidak dapat
di jelaskan secara objektif dikarenakan dunia linguistik kita tidaklah
terorganisir, walaupun kita seringkali berpendapat secara subjektif, bahwa
dalam konteks komunitas atau tipe sosial terdapat “Londoner” dan “American.”
Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pencarian makna ataupun batasan-batasan
dari ‘komunitas tutur’ yang benar-benar paten seakan seperti mengejar rusa
liar. Namun, walaupun adanya kebingungan yang sedemikian, kita akan tetap
menggunakan konsep ‘komunitas tutur.’ Hal ini didasarkan pada pentingnya
keberadaan konsep ‘komunitas tutur’ dalam studi-studi ilmu linguistik. Hal ini
akan tetap berlaku walaupun makna dari ‘komunitas tutur’ adalah tidak lebih
dari sebuah kelompok sosial yang mana karakteristik tuturannya menarik dan
dapat di jelaskan secara koheren.
DEFINISI
KOMUNITAS TUTUR
Sosiolinguistik adalah
sebuah studi yang mempelajari penggunaan bahasa dalam sebuah kelompok penutur. Sebelum
memasuki pembahsan lebih detail tentang ‘komunitas tutur,’ ada baiknya untuk
terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan kelompok. Kelompok biasanya
terdiri atas minimal dua orang dan tidak ada batasan untuk jumlah maksimal dari
sebuah kelompok. Pembentukan kelompok dapat didasarkan pada satu atau lebih
alasan, contohnya: sosial, agama, politik, budaya, kekeluargaan dan lain lain.
Sifat dari kelompok itu bisa besifat sementara ataupun permanen dan tujuan
setiap anggota dalam kelompok dapat berbeda. Keanggotaan sebuah kelompok tidak
bersifat permanen, dapat bebas untuk keluar dan masuk ke dalam kelompok dan
dapat menjadi anggota kelompok lain dalam waktu yang bersamaan.
Pengorganisasian dalam kelompok dapat dilakukan secara ketat atau longgar dan
perasaan setiap anggota dalam kelompok tersebut dapat berbeda. Contohnya ada
yang berkomitmen kuat terhadap keberlangsungan kelompok dan ada juga yang
lemah, ada yang merasa mendapatkan sebuah kesuksesan dalam berkelompok dan ada juga
yang tidak.
Selanjutnya, dalam
studi sosiolinguistik, jenis kelompok yang telah secara umum di pelajari adalah
‘komunitas tutur.’ Beberapa peneliti telah memberikan pendapatnya dalam
menjelaskan pemahaman yang ideal tentang konsep ‘komunitas tutur.’
Chomsky (1965, pp 3-4) berpendapat:
komunitas tutur adalah komunitas yang homogen secara menyeluruh. Namun hal ini
seakan tidak sesuai dengan fakta, karena ‘komunitas tutur’ berlangsung di dunia
nyata, bukan hanya berada dalam cakupan abstrak teori linguistik dalam
penelitian Chomsky.
Sedangkan Lyons (1970,
p. 326) menawarkan sebuah definisi yang dianggapnya sebuah pemahaman realistik
tentang ‘komunitas tutur,’ yakni; semua orang yang menggunakan bahasa tertentu
(atau dialek). Pendapat ini justru berbanding terbalik pada penjelasan bab 2
tentang bahasa dan dialek yang tidak mudah dijelaskan secara gamblang dan
seringkali ambigu. Maka ‘komunitas tutur’ pun tidak dapat dipahami melalui
teori ini.
Lebih jauh lagi, jika
‘komunitas tutur’ didefinisikan menggunakan konteks karakteristik linguistik
saja, hal ini mungkin tidak dapat dilakukan, karena pemahaman tentang bahasa
itu sendiri masih terlalu umum. Namun bila kita mendeskripsikan sebuah ‘komunitas
tutur’ melalui karakteristik linguistik dengan didampingi alasan, seperti: sosial,
politik, suku, budaya dan lain-lain, hal ini mungkin masih dapat dilakukan.
Berdasarkan penjelasan di atas, khusus untuk tujuan studi sosiolinguistik,
pemahaman konsep ‘komunitas tutur,’ diasumsikan sebagai sebuah kelompok yang
menggunakan hanya satu bahasa saja. Setiap anggota dari komunitas tutur
tersebut harus memiliki sikap yang sama dalam aktivitas linguistik mereka, yang dalam hal ini
adalah norma-norma tertentu dalam kebahasaan.
Merujuk pada pernyataan
Labov (1972b, pp. 120-1)
tentang definisi ‘komunitas tutur,’ norma yang dimaksud kurang lebih sebagai
berikut: ‘Masyarakat penutur
tidak didefinisikan dengan perbedaan dalam penggunaan unsur bahasa, namun dilihat dari begitu banyaknya partisipasi dalam seperangkat norma yang
disepakati bersama; norma-norma ini
dapat diamati pada perilaku evaluatif, dan pada
keseragaman pola variasi
abstrak yang invarian dalam tingkat penggunaan bahasa.’ Namun, pernyataan Labov (1972b, pp. 120-1) di atas justru
membuat pemahaman konsep ‘komunitas tutur’ menjadi bias, karena berdasarkan
definisinya, kriteria linguistik jelas tidak diperlukan dalam pendefinisian
sebuah ‘komunitas tutur.’
Selanjutnya, pernyataan bahwa salah satu syarat dari sebuah ‘komunitas
tutur’ menggunakan hanya satu bahasa ditolak oleh Gumperz (1971, p. 101) yang
menyatakan ‘tidak ada alasan mendasar yang mengharuskan kita untuk mendefinisikan
bahwa dalam komunitas tutur semua anggotanya harus berbahasa sama. Dalam
penjelasan berikutnya, Gumperz (p. 101) mengarahkan pemahaman bahwa ‘komunitas
linguistik’ lebih tepat digunakan dari pada ‘komunitas tutur.’ Hal ini
mengarahkan kita pada pernyataan Gumperz (1971, p. 101) yang mendefinisikan
bahwa sebuah komunitas didefinisikan secara tersendiri dari hubunganya dengan
komunitas yang lain.
Hymes (1962, pp. 30-2)
menyatakan bahwa ‘komunitas bahasa merupakan sebuah unit lokal,
terkarakteristik oleh anggotanya yang memiliki persamaan umum dengan
lokalitasnya dan interaksi primer.’ Kita seharusnya memahami bahwa definisi
dari ‘komunitas tutur’ tidak hanya anggotanya yang harus memiliki satu set
aturan gramatikal, namun harus juga ada hubungan yang konsisten antara penggunaan
bahasa dan struktur sosial, harus ada norma-norma yang berlaku dan bisa berbeda
berdasarkan sub-kelompok dan setting
sosial. Lebih jauh lagi, varietas bahasa yang digunakan dalam ‘komunitas tutur’
seharusnya membentuk sebuah sistem karena hal ini berhubungan langsung dengan
norma sosial.
PEMBEDA ANTAR KOMUNITAS
Fakta bahwa orang menggunakan kalimat seperti
tuturan New
York, tuturan London dan tuturan
Afrika Selatan menunjukkan bahwa ada pendapat tentang kekhasan setiap orang dari masing-masing ‘komunitas
tutur.’ Sepertinya syarat
dan definisi dari komunitas
tutur
menjadi agak
mudah dipahami. Orang dikatakan menjadi sebuah anggota
komunitas tutur didasarkan dari
pengamatan norma linguistik ketika berhubungan
dengan tempat tertentu. Namun,
Preston (1989, 1999, 2002), menjelaskan bahwa persepsi seseorang tentang karakteristik bahasa daerah
tertentu tidak selalu selaras dengan fakta linguistik. Rosen (1980, pp. 56 -7) juga telah mengindikasikan
beberapa masalah yang ditemukan dalam usaha untuk membuat sebuah kota seperti London menjadi
sebuah komunitas tutur dan dalam
menggambarkan apa yang menjadi ciri khas tuturnya. Dia mengatakan
kota-kota seperti itu tidak dapat dianggap seperti peta kain perca dalam konteks pemetaan linguistik, daerah dengan daerah lain, bukan hanya karena bahasa dan dialek tidak terdistribusi
berdasarkan geografis secara sederhana,
tetapi juga karena interaksi antara mereka mengaburkan
kesimpulan apapun
yang mungkin ditarik. Di tempat-tempat urbanisasi
seperti ini, dialek dan bahasa
mulai berpengaruh satu sama lain.
Dalam menjelaskan
pembeda antar komunitas ini mungkin konsep ‘kelompok’ lebih cocok digunakan
dari pada ‘komunitas tutur,’ yang mana anggota setiap kelompok bergabung dengan
tujuan yang sama, dan tujuan masing-masing kelompok cukup berbeda satu dengan
yang lain. Jadi setiap anggota dari kelompok, dapat bebas berganti kelompok
yang diikuti sesuai dengan tujuan akhirnya. Contoh kasus yang mungkin dapat dipakai
dalam menjelaskan konsep ini adalah:
seseorang yang
hidup dalam setting
rumah tangga bilingual dan
dapat beralih dengan mudah,
bolak-balik di antara dua bahasa. Saat berbelanja, dia menggunakan salah satu bahasa, tetapi saat bekerja dia menggunakan bahasa lainnya. logatnya dalam salah satu bahasa mungkin menunjukkan
bahwa ia dapat diklasifikasikan sebagai imigran untuk masyarakat di mana dia tinggal. Sedangkan
aksennya dalam bahasa lainnya menunjukkan dia menjadi penduduk asli
negara Y di negara Z, namun, karena
ia sekarang telah menganggap
dirinya sebagai penutur bukan Y di negara Z tetapi sebagai pembicara Z itu sendiri. Dia mungkin juga memiliki pelatihan
teknis yang baik sehubungan dengan keberadaanya di negara Z. Dalam sehari, ia akan mengalihkan
identitasnya dari sebuah kelompok ke kelompok lain, bahkan mungkin, seperti yang
kita lihat dalam bab sebelumnya, dalam perjalanan dari ucapan tunggal. Dia menjadi
anggota sebuah kelompok pada suatu saat dan menjadi anggota dari kelompok lain pada waktu lain. Hal ini dia
lakukan dengan tujuan mendapat keuntungan dari keanggotaanya pada masing-masing
kelompok. Contohnya, dalam bekerja orang tersebut menggunakan Bahasa Inggris
demi menyamakan persepsi dengan rekan-rekan sejawatnya yang menggunakan Bahasa Inggris
sebagai bahasa baku. Sedangkan dalam berbelanja di pasar tradisional dia
menggunakan bahasa daerah agar memiliki rasa persamaan dengan pedagang dan
mendapatkan harga lebih murah.
Kesimpulannya,
keberadaan konteks ‘pembeda antara komunitas’ menjadi sebuah penjelasan. Setiap
individu dalam ‘komunitas tutur’ dapat berpindah kelompok sesuai dengan tujuan
akhir dari masing- masing kelompok. Dengan memanfaatkan norma-norma kebahasaan
dan struktur sosial sebagai garis besar penggunaan bahasa, dan tujuan-tujuan
tertentu yang ingin dicapai oleh masing-masing individu. Tujuan tersebut antara
lain: politik, ekonomi, keagamaan, budaya, kekeluargaan dan lain lain.
JARINGAN
DAN REPERTOAR
Cara
lain untuk melihat bagaimana seorang individu berhubungan dengan individu lain
dalam masyarakat adalah memperhatikan partisipasinya dalam relasi tersebut. Artinya, bagaimana dan kapan saatnya individu A berinteraksi dengan individu
B, lalu dengan C dan dengan individu D? Bagaimana intensitas hubungan tersebut: apakah A lebih sering berinteraksi dengan B dari
pada dengan C atau D? Seberapa jauh
hubungan A dengan B; artinya, berapa banyak individu
yang lain berinteraksi dengan
A dan B dalam aktivitas apapun yang membuat mereka bersama?
Anda dikatakan terlibat dalam sebuah jaringan yang luas, apabila anda saling kenal dengan orang lain dan
membangun interaksi yang konstan dengannya. Jika tidak demikian, maka jaringan anda
kendur. Anda juga dikatakan
terlibat dalam jaringan multipleks jika orang-orang di dalamnya diikat oleh
motivasi yang beragam, yakni tidak hanya melalui hubungan kerja tetapi juga kegiatan sosial lainnya.
Setiap orang pergi ke sekolah
bersama-sama, menikahi
saudara sahabat, bekerja dan bermain bersama-sama, berpartisipasi dalam jaringan multipleks. Di
Inggris, hal ini memiliki daya yang
lebih kuat ketimbang struktur dalam kelas sosial. Jaringan seperti ini menunjukkan kohesi sosial yang kuat, menghasilkan
perasaan solidaritas dan mendorong individu untuk
mengidentifikasi dirinya dengan orang lain dalam
jaringan.
Dubois
dan Horvath (1999, pp. 307) mengakui bahwa konsep jaringan sosial tampaknya berguna dalam mempelajari
perilaku bahasa pada kasus di daerah urban, efektif pada kasus di daerah nonurban. Mereka mengatakan bahwa: ‘gagasan jaringan sosial sangat dikondisikan oleh efek dari skala dan tempat.
Menjadi bagian dari jaringan
terbuka atau tertutup. Kami tidak ingin mengisyaratkan bahwa
konsep jaringan sosial
kehilangan metodologi dalam mengkaji
kebahasaan dengan latar belakang nonurban,
tetapi efek linguistik dari jaringan tertutup dan terbuka
saling terkait dengan komunitas yang diteliti.’
Milroy
dan Gordon (2003, pp. 119) juga menunjukkan bahwa “konsep jaringan dan komunitas tutur
memiliki kaitan yang erat dan
perbedaan di antara mereka hanyalah metode dan fokus. Analisis jaringan biasanya
diamati
pada sifat struktur dan isi dari hubungan
individu tersebut. Namun hal ini tidak
dapat mengatasi persoalan tentang varietas linguistik yang digunakan untuk membangun makna sosial lokal.
Sebaliknya, hal itu lebih berkaitan dengan keberadaan kelompok-kelompok sosial dalam mendukung
norma-norma lokal atau memfasilitasi perubahan linguistik.”
Hal
ini mengindikasikan
bahwa tidak mungkin dua individu memiliki kemampuan yang
persis sama dalam penggunaan dan
penguasaan bahasa mereka,
karena tidak ada dua
situasi sosial yang persis sama. Setiap orang dipisahkan dengan yang lain secara halus berdasarkan
gradasi kelas sosial, asal daerah dan faktor
kependudukan,
seperti: agama, jenis
kelamin, kebangsaan dan etnis.
Seorang
individu juga memiliki repertoar tutur, yakni seseorang
dapat menguasai beberapa varietas bahasa dan bahasa. Hampir sering dijumpai bahwa banyak individu yang memiliki repertoar tutur yang hampir identik. Konsep repertoar
tutur mungkin paling berguna ketika
diterapkan pada individu bukan kelompok. Kita bisa menggunakannya untuk
menggambarkan kompetensi komunikatif dari setiap penutur. Setiap orang memiliki kekhasan dalam repertoar tutur. Platts menemukan dua bentuk repertoar, yakni repetoar dalam masyarakat dan repertoar dalam individu, yang patut dikaji oleh sosiolinguistik. Ada perbedaan di sana
(p 36.): “repetoar masyarakat adalah
tuturan khas yang dimiliki dan digunakan setiap orang sebagai anggota
masyarakat, sedangkan repetoar individual sangat khas dimiliki oleh seorang
individu. Dalam pandangan ini,
setiap individu memiliki repertoar lisan khasnya sendiri
dan
komunitas tutur juga memiliki kekhasan dalam repetoar tuturnya.
Berfokus pada repertoar individu dan
secara khusus pada pilihan
bahasa yang tepat dalam
keadaan yang baik, tampaknya memberikan kita gambaran tentang bagaimana setiap orang
menggunakan pilihan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain sesuai cara yang tepat. Seorang pembicara A dengan menggunakan intonasi tertentu atau ekspresi tertentu memulai pembicaraan dengan orang
lain melalui beberapa cara. Ia bisa mengatakan saya seperti anda atau saya tidak
seperti Anda. Atau juga
ia bisa mengatakan saya seorang X seperti anda atau
saya
seorang X tapi
Anda adalah Y. Atau juga
mengatakan sekarang saya telah menjadi X, tapi dari sekarang anda harus menganggap saya sebagai Y. Hal ini seperti ketika seseorang berpura-pura
menjadi sesuatu yang dia tidak dapat.
Dengan ini mau dikatakan bahwa ikatan sosial yang dihasilkan dari
pilihan bahasa yang anda buat mungkin tergantung pada kuantitas karakteristik
linguistik tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar